Kamis, 18 Maret 2010

Waria tak sebodoh yang kita pikirkan

Mungkin berita tentang waria tidak seheboh kasus korupsi, pilkada, atau berbagai berita yang punya nilai jual lainnya. Masalah waria jarang dibahas secara serius di media cetak maupun media elektronik. Kalaupun dimunculkan, beritanya adalah seputar kerja Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) dalam menjalankan operasi razianya untuk ketertiban umum atau di acara infotainment yang dikonsumsi masyarakat sebagai info ringan penghilang stres. Setelah itu, tidak ada kelanjutannya lagi bagaimana nasib dan keadaan mereka kemudian.
Jumlah dan penyebaran waria di Bandung semakin marak. Mereka tampak beroperasi di berbagai perempatan jalan di Kota Bandung. Malam hari mereka mulai beroperasi, itupun tergantung mood mereka..
Waria merupakan salah satu kelompok masyarakat yang kurang beruntung atau disebut sebagai golongan/ kelompok minoritas dan cendrung terkucilkan dalam kehidupan sosialnya. Masyarakat juga keliru dalam memandang waria dan cendrung bersikap mengejek dan jijik terhadap waria yang dianggap "aneh". Masalah waria amatlah kompleks, kita tidak bisa melihatnya hanya dengan satu sisi.

Beban paling berat di dalam diri seorang waria adalah beban psikologis yaitu perjuangan mereka menghadapi gejolak kewariaan terhadap kenyataan di lingkungan sekitarnya, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Perlakuan keras dan kejam oleh keluarga karena malu mempunyai anak seorang waria kerapkali mereka hadapi.

Sempitnya lapangan pekerjaan dan tidak cukupnya penghasilan untuk kehidupan sehari-hari membuat banyak di antara mereka yang melakukan prostitusi. Mereka menjajahkan diri ditempat-tempat tertentu yang menurut beberapa narasumber baik pedagang asongan, pedagang kios maupun tukang parkir mereka selalumenjajakan diri di Jalan Veteran, persimpangan Jalan Dago /Diponegoro, di Jalan Wastukencana di Jln. kalimantan, di jalan Terusan Sempitnya lapangan pekerjaan dan tidak cukupnya penghasilan untuk kehidupan sehari-hari membuat banyak di antara mereka Kiaracondong. Namum demikian alasannya bukan saja karena ekonomi, tetapi untuk kepuasan, karena ada juga diantara mereka yang hidupnya berkecukupan. Hal ini lebih kepada permasalahan mental yang hanya ingin mendapatkan uang banyak, tetapi malas untuk bekerja keras.

Ketika mereka ada di jalan-jalan menjajahkan diri, maka hal ini menjadi permasalahan kembali. Terutama masalah ketertiban umum karena di tempat yang tidak sesuai dan akan menyebabkan pemandangan yang tidak sedap. Selain itu juga prostitusi ini dapat juga menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti penularan virus AIDS dan penyakit kelamin lainnya. Menurut hasil penelitian dari 100 waria terdapat 23 orang yang telah terinfeksi HIV.

Reza, seorang waria yang berasal dari Palembang, sengaja datang ke kota Bandung untuk menuntut ilmu. Hal tersebut dibuktikannya dengan mendaftar ke STHB Bandung (lulus atau tidaknya Reza tak ingin mengungkapkannya, dia berkata bahwa dia pernah merasakan duduk di bangku perguruan tinggi). Mengambil jurusan HI, Reza menggantungkan cita-cita yang tak ingin dia ungkapkan pada kami. Dengan sebuah alasan yang tak diikrarkan pula olehnya, akhirnya dia menjadi seorang waria. Waria yang memiliki nama lengkap Reza Dwisyaputra itu hanya memberikan tiga alasan mengapa Reza bertengger di pinggir jalan Binong. Alasan pertama adalah materi. Reza ingin mengejar dunia dengan materi yang mana jalannya adalah menjadi seorang waria. Kedua adalah biologis. Mungkin hanya dengan sesama jenislah kebutuhan biologisnya dapat terpenuhi. Ketiga adalah funs.Reza mengaku bahwa Reza mendapatkan fantasy yang berbeda dan sangat menyenangkan baginya.

Kendati begitu, Reza yang selalu mangkal di jalan Binong tepat tengah malam, memiliki rutinitas lain selain menjajakan dirinya dipinggir jalan. Siang harinya, Reza bekerja di bagian administrasi Rumah Sakit Bungsu di daerah veteran pada hari senin sampai kamis. Selain itu, Reza yang fasih berbicara dalam bahasa inggris ini adalah ketua dari Himpunan Waria Binong (HIWABI) yang memiliki 25 anggota resmi dan anggota-anggota lainnya yang tercecer. Reza pun kerap diundang untuk menjadi pemateri dalam seminar tentang HIV/AIDS di Universitas-Universitas besar di Bandung seperti UNPAD dan UNPAS. Reza pernah menjadi juara ketiga dalam kontes antar waria se-Jawa Barat. Reza menuturkan bahwa bukan hanya kecantikan saja yang dinilai dalam kontes tersebut tetapi juga para waria diuji IQ mereka serta kecakapan dalam berbicara di depan publik. Reza menambahkan bahwa tanggal 29 juni 2009 nanti, Reza akan mengikuti kontes kecantikan antar waria di Bogor.

Pada kenyataan ada sebagian masyarakat Bandung tampaknya tidak terlalu mencemooh atau mendiskriminasikannya karena kelainan fisik dan atau psikologis mereka. Mereka menerimanya sebagai bagian dari dinamika Kota Bandung. Demikian pula mereka (waria) yang memiliki kelainan tersebut tampaknya juga pandai bersikap dan serta menempatkan diri pada posisi yang apa adanya.

Namun demikian, perilaku fenomena waria hendaknya tetap dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyimpangan yang memerlukan adanya jalan keluar. Di sisi lain, lebih jauh lagi ada sementara kalangan yang bersuara menuntut pengakuan eksistensi waria, dapat diterima sepanjang menyangkut nilai-nilai kemanusiaan dan perlakuan yang layak.

Dalam menghadapi permasalahan waria ini tidak dapat hanya dilakukan secara parsial. Tetapi dibutuhkan kerja sama yang menyeluruh agar dapat dicapai hasil yang optimal. Terutama bagi waria itu sendiri, dibutuhkan waktu dan usaha yang sungguh-sungguh agar tercipta citra yang baik didalam masyarakat. Demikian pula pihak keluarga diharapkan dapat memberi cinta dan kasih sayang sesuai hak mereka. Karena kesalahan mereka hanya karena mereka terlahir sebagai waria. Unsur lain yang berperan penting adalah masyarakat terutama kaum laki-laki yang sering menggunakan jasa pelayanan seks waria.

Tanpa ada adanya permintaan tidak mungkin prostitusi waria tersebut dapat terus bertahan. Para tokoh agama diharapkan dapat bersikap proaktif dalam membuka keimanan para waria. Sedangkan kerja sama pemerintah dengan seluruh unsur masyarakat merupakan muara proses treatment masalah waria. Karena permasalah waria juga menjadi permasalahan pemerintah. Sebaiknya dilihat kembali apakah hukum yang ada sudah efektif atau hanya sia-sia saja. Demikian halnya dengan Dinas Sosial yang merupakan ujung tombak rehabilitasi waria harus terus melakukan pembinaan serta selalu melakukan kerja sama dengan para ahli dari berbagai disiplin ilmu, agar dapat dicapai hasil yang maksimal.

Untuk itu perlu perhatian yang serius dari pemerintah, karena jika dibiarkan akan jadi penyakit masyarakat (patologi sosial) yang meresahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar